Selasa, 02 Juli 2019

ETIKA PROFESI : PROFESI LULUSAN TEKNIK MESIN

PROFESI LULUSAN SARJANA TEKNIK MESIN

Contoh pekerjaan bagi seorang lulusan sarjana teknik mesin adalah sebagai seorang manajer control kualitas sistem. Apa itu manajer control kualitas sistem?

Manajer Kontrol Kualitas Sistem

Tugas dari seorang manajer control kualitas system adalah merencanakan, mengarahkan, atau mengkoordinasikan program jaminan kualitas. Merumuskan kebijakan kontrol kualitas dan mengontrol kualitas dari upaya laboratorium dan produksi, Mengumpulkan dan menganalisa sampel produksi untuk mengevaluasi kualitas, Menganalisa hasil pengujian kontrol kualitas dan menyediakan tanggapan dan interpretasi kepada manajemen atau staf produksi, Menghentikan produksi apabila terdapat cacat produk yang serius. Memantau kinerja dari sistem kontrol kualitas untuk memastikan efektivitas dan efisiensi kerja, Mengkomunikasikan informasi kontrol kualitas kepada seluruh departemen organisasi yang relevan, diluar vendor dan kontraktor.

Contoh Pekerjaan Seorang Seorang Manajer Kontrol Kualitas Sistem :

Direktur QA, Manajer Lab, Manajer QA, Kontrol Kualitas, Supervisor Kontrol Kualitas, Direktur Kualitas, Manajer Laboratorium, Manajer Jaminan Kualitas, Manajer Kontrol Kualitas, Manajer Kualitas.

Pengetahuan Yang Harus Dimiliki Oleh Seorang Manajer Kontrol Kualitas Sistem :

a.       Administrasi dan Manajemen
Pengetahuan tentang prinsip bisnis dan manajemen termasuk perencanaan strategis, alokasi sumber daya, pemodelan sumber daya manusia, teknik kepemimpinan, metode produksi, dan koordinasi antara orang dan sumber daya.

  b.  Administratif
Pengetahuan tentang prosedur dan sistem administratif, seperti mengelolah kata, mengatur dokumen dan catatan, stenografi dan transkripsi, mendesain formulir, serta prosedur dan terminologi kantor lainnya.

c. Kimia
Pengetahuan tentang komposisi, struktur dan properti kimiawi dari zat serta proses dan transformasi kimiawi yang terjadi. Termasuk penggunaan bahan kimiawi dan interaksinya, tanda bahaya, teknik produksi dan metode pembuangan

d. Layanan Pelanggan dan Personal
Pengetahuan tentang prinsip dan proses untuk menyediakan layanan bagi pelanggan dan personal. Hal ini termasuk penilaian kebutuhan pelanggan, memenuhi standar kualitas layanan, dan evaluasi kepuasan pelanggan.

e. Bahasa Inggris
Pengetahuan tentang struktur dan isi dari Bahasa Inggris, termasuk arti dan ejaan dari setiap kata, aturan komposisi, dan tata bahasa.

Keterampilan Yang Harus Dimiliki  Oleh Seorang Manajer Kontrol Kualitas Sistem :

a. Aktif Mendengarkan 
Memberikan perhatian penuh pada perkataan orang lain, menyisihkan waktu memahami poin yang disampaikan, mengajukan pertanyaan sewajarnya, dan tidak menyela pada waktu yang tidak tepat.

b. Pertimbangan & Pengambilan Keputusan
Mempertimbangkan kekurangan dan kelebihan dari pilihan tindakan yang potensial untuk memilih tindakan yang paling tepat.

c. Memantau
Memantau/menilai kinerja diri sendiri, individu lain, maupun organisasi untuk melakukan pengembangan atau mengambil tindakan korektif.

d. Analisis Kontrol Kualitas 
Melakukan tes dan inspeksi produk, layanan, atau proses dalam rangka mengevaluasi kualitas atau kinerja.

e.  Pemahaman Membaca
Memahami kalimat dan paragraf yang ditulis dalam dokumen kerja.

ETIKA PROFESI : STANDARISASI DIDUNIA


STANDARISASI BAHAN TEKNIK LOGAM

1.       Pendahuluan

Standarisasi berlaku untuk semua bidang, baik itu bidang produksi maupun jasa. Dalam dunia teknik standarisasi merupakan suatu tuntutan dan keharusan. Standarisasi memberikan jaminan pada masyarakat memperoleh barang atau jasa sesuai dengan kriteriayang diinginkan.. Dengan adanya standar mempermudah dalam berkomunikasi, dan mendapatkan jasa, barang sesuai dengan persyaratan yang diajukan. Standarisasi Material adalah aturan yang dilakukan oleh asosiasi, institusi suatu Negara produsen material yang meliputi pengaturan, cara penulisan, pengelompokan, pengklasifikasian, penserian suatu material.  Dengan adanya standarisasi material kalangan teknologi, industry dan masyarakat memperoleh pemahaman dan persepsi yang sama tentang suatu material. Adanya standar yang jelas, semua kalangan akan memperoleh atau mendapatkan jaminan yang sesuai tentang material. Sehingga tidak terjadi kesalahpahaman, atau salah mengartikan tentang material yang disepakati.Dikalangan dunia teknik ada beberapa standar yang berlaku tentang material logam. Standar ini lahir dari Negara-negara yang memiliki industry kuat seperti Amerika, Inggris, Jerman, Belanda dan Jepang. Berikut beberapa standar yang berlaku untuk material logam.

· ASTM (American Sytem for Testing Material)
· AISI (American Iron and Steel  Institute)
· UNS (Unifield Numbering System)
· AA (Aluminum Association)
· SAE (Society Automotive Engineering)
· DIN (Deutsches Institut fur Normung)
· JIS (Japanese Industrial Standard)

2. Contoh Penulisan Standarisasi Baja Karbon menurut AISI - SAE

Standarisasi baja karbon digunakan untuk menggolongkan baja  karbon  berdasarkan komposisi kimia, penetapan standarisasi baja  karbon menurut American Iron and Steel Institut (AISI) dan Society of Automotive Enginers (SAE) mempergunakan nomor atau angka dan huruf.Adapun cara yang ditentukan AISI dan SAE dalam menetapkan  standarisasi baja karbon sebagai berikut:

a. Sistem Angka

(1) Angka pertama menunjukkan jenis – jenis baja karbon dan paduannya, contoh :

· Angka 1 untuk baja karbon 1xxx
· Angka 2 untuk baja karbon dengan paduan nikel 2xxx
· Angka 3 untuk baja karbon dengan paduan nikel dan chrom 3xxx
· Angka 4 untuk baja karbon dengan paduan molybdenum 4xxx
Jenis dan prosentase campuran menurut AISI – SAE yaitu :

Baja karbon :

1. Baja karbon tidak mengandung sulfur (S) 10 xx
2. Baja karbon mengandung S (free machining) 11xx
3. Baja karbon mengandung S dan P 12xx

Baja paduan rendah :

1. Baja mangan (1,75 Mn) 13xx

2. Baja nikel :
· 3,50 Ni 23xx
· 5,00 Ni 25xx

3. Baja nikel – chrom :
· 1,25 Ni; 0,65 Cr 31xx
· 3,50 Ni; 1,55 Cr 33xx

4. Baja molybden (0,25 Mo) 40xx

5. Baja chorm molyben
(0,50 – 0,85 Cr ;0,12 – 0,20 Mo) 41xx

6. Baja nikel molyben
· 1,55 – 1,80, 0,20 – 0,25 Mo 46xx
· 3,50 Ni, 0,25 Mo 48xx

7. Baja chrom nikel molyben
· 1,80 Ni; 0,50; 0,80 Cr; 0,25 Mo 43xx
· 1,05 Ni; 0,45 Cr; 0,20 Mo 47xx
·  0,55 Ni; 0,50; -0,65 Cr; 0,20 Mo 86xx
·  0,55 Ni; 0,50 Cr; 0,25 Mo 87xx
· 3,25 Ni; 1,20 Cr; 0,12 Mo 93xx
· 1,00 Ni; 0,80 Cr; 0,25 98xx

8. Baja chrom :
- 0,28 – 0,40 Cr 50xx
- 0,80; 0,90; 0,95; 1,00 – 1,50 Cr 51xx

9. Baja chrom karbon
  (0,50; 1,00 – 1,45 Cr – 1,00 c) 5xxxx

10. Baja chrom vanadium
(0,80; 0,95 Cr; 0,10; 1,15 Va) 61xx

11. Baja mangan silicon
(0,85 Mn; 2,00 Si)

10.Baja tahan karat dan tahan panas
1. Baja chrom, nikel, mangan (austenitic) 2xx
2. Baja chrom, nikel (austenitic) 3xx
3. Baja chrom (martensitic) 4xx
4. Baja chrom rendah 5xx

(2)  Angka  kedua  menunjukkan prosen campuran baja yangmendekati, misal : AISI  dan SAE 23xx adalah menunjukkan baja karbon paduan nikel dengan campuran nikel kira –kira 3 %.

(3) Dua angka terakhir menunjukkan jumlah prosen karbon yang mendekati. Contoh pembacaan:
-  AISI – SAE 1095 adalah baja karbon dengan kandungan karbon sebesar 0,95%
-  AISI    SAE  3395  adalah baja karbon dengan paduan nikel  -  chrom,  dengan campuran  nikel kira – kira 3,5 %, chrom kira-kira 1,55% dan kandungan karbon sebesar  0,95 %.



ETIKA PROFESI : PERSATUAN INSINYUR INDONESIA

PENJELASAN DARI PERSATUAN INSINYUR INDONESIA (PII)

Persatuan Insinyur Indonesia atau disingkat PII (dalam bahasa Inggris The Institution of Engineers Indonesia – IEI) adalah organisasi profesi yang didirikan di Kota Bandung pada tanggal 23 Mei 1952 untuk menghimpun para insinyur, termasuk sarjana teknik dan sarjana sains yang bekerja di bidang keteknikan di seluruh Indonesia.

SEJARAH PII

Sejarah Persatuan Insinyur Indonesia (PII) dimulai pada tanggal 23 Mei 1952 ketika Ir. H. Djoeanda Kartawidjaja dan Prof. Ir. R. Roosseno Soerjohadikoesoemo berkumpul bersama kawan-kawannya sesama insinyur Indonesia di Aula Barat, Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang menjadi ITB) di Jl. Ganesha 10, Bandung. Pada saat itu jumlah insinyur Indonesia baru sekitar 75 orang. Sementara tanggung jawab yang harus dipikul sangat besar. Untuk itu disepakati untuk membuat Persatuan Insinyur Indonesia dengan tujuan untuk mempererat kerja sama para insinyur agar dapat menjadi kekuatan yang nyata untuk membangun negara dan bangsa Indonesia. Pada tahun 1957, PII juga menjadi salah satu motor utama berdirinya Institut Teknologi Bandung (ITB). PII adalah organisasi profesi tertua kedua di Indonesia setelah IDI.
Dalam sejarahnya PII telah banyak menelurkan cendekiawan-cendekiawan dan profesional-profesional yang memegang peranan penting di tanah air kita dalam beberapa dekade ini. PII di dalam menjalankan proses kaderisasi insinyur melalui continuous development program (CPD) yang isi programnya selain berisikan pengetahuan keinsinyuran (sains dan teknologi) juga menitikberatkan pada pengenalan dan pemantapan pembahasan mengenai ‘etika profesi Insinyur’. Sarjana Teknik diharapkan setelah menjadi Anggota PII diwajibkan memegang teguh etika profesi keinsinyuran yang dituliskan dalam Kode Etik Insinyur Indonesia, Catur Karsa Sapta Dharma Insinyur Indonesia.

Catur karsa adalah 4 prinsip dasar yang wajib dimiliki oleh Insinyur Indonesia antara lain:
(1) mengutamakan keluhuran budi
(2) menggunakan pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan kesejahteraan umat manusia, (3) bekerja secara sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya dan
(4) meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional keinsinyuran.
4 prinsip dasar ini menyimpulkan Insinyur Indonesia dituntut menjadi insan yang memiliki integritas (budi pekerti luhur) dan semata-mata bekerja mendahulukan kepentingan masyarakat dan umat manusia dari kepentingan pribadi dengan senantiasa mengembangkan kompetensi dan keahlian engineeringnya.   
Sapta Dharma adalah 7 tuntunan sikap dan perilaku Insinyur yang merupakan pengejawantahan dari catur karsa tadi antara lain:
(1) mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat,
(2) bekerja sesuai dengan kompetensinya,
(3) hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggungjawabkan,
(4) menghindari pertentangan kepentingan dalam tanggung jawab tugasnya,
(5) membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing,
(6) memegang teguh kehormatan dan martabat profesi dan
(7) mengembangkan kemampuan profesional.
Apabila kita baca lagi lebih seksama, sapta dharma substansinya adalah sama dan seiring dengan catur karsa, bahwa Insinyur Indonesia dituntut untuk memegang teguh etika dan integritas di dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di mana pun dia bekerja sehingga dia bisa tetap mempertahankan reputasi profesinya dari waktu ke waktu. Substansi utama kode etik Insinyur menurut saya tidak lain adalah etika dan integritas. Apa pun yang Insinyur lakukan entah itu dalam rangka pengembangan kompetensi keinsinyuran atau pun dalam rangka membangun hasil karya keinsinyuran tetap saja selalu mengacu pada prinsip etika dan integritas.
Salah satu tuntunan sikap dan perilaku Insinyur yakni membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan masing-masing. Beberapa uraian dari sikap dan perilaku ini adalah antara lain: memprakarsai pemberantasan praktek-praktek kecurangan dan penipuan; tidak menawarkan, memberi, meminta atau menerima segala macam bentuk perlakuan yang menyalahi ketentuan dan prosedur yang berlaku, baik dalam rangka mendapatkan kontrak atau untuk mempengaruhi proses evaluasi penyelesaian pekerjaan. Dua uraian ini memaparkan betapa perlunya seorang Insinyur di dalam menjalankan praktek-praktek keinsinyuran mengikuti etika dan aturan hukum yang berlaku, on how the engineers should act. Insinyur dituntut untuk tidak tergoda dengan segala bentuk penyuapan atau gratifikasi atau bribe dalam istilah Inggris. Bahkan Insinyur dituntut untuk memkampanyekan anti-kecurangan, anti-penipuan termasuk anti-penyuapan dan berbagai bentuk korupsi dalam ruang lingkup organisasi di mana dia berada,  ruang lingkup masyarakat, bangsa dan negara bahkan dalam ruang lingkup proyek-proyek internasional yang melibatkan banyak negara.
Kode etik profesi keinsinyuran yang dikeluarkan oleh Persatuan Insinyur  Indonesia adalah sangat relevan dengan cita-cita Pancasila dan UUD 1945, seiring sejalan dengan program-program yang dicanangkan oleh lembaga -lembaga anti-korupsi di dalam mengurangi bahkan memberantas praktek-praktek korupsi di bumi nusantara. Korupsi, suap dan segala bentuk lainnya bukan hanya mengganggu keberlanjutan pembangunan nasional Indonesia tetapi juga bisa menjadi contoh buruk dan tidak terpuji yang akan kita tularkan ke generasi penerus selanjutnya, sehingga menjadi tugas kita bersama, korupsi dan segala bentuknya ini harus diberantas dan dibumihanguskan dari tanah air tercinta. Kode etik Insinyur ini memang hanya berlaku untuk Insinyur Indonesia saja tetapi apabila semua anggota Persatuan Insinyur Indonesia (PII) yang selanjutnya diberi gelar sebagai Insinyur bisa memberikan keteladanan kepada profesi-profesi lainnya di Indonesia saya yakin ini bisa menjadi preseden positif di dalam menggiring bangsa ini menuju bangsa yang lebih sejahtera dan bermartabat.
Tahun 2011 lalu Pemerintah mencanangkan program MP3EI dengan tujuan mempercepat dan memperluas pembangunan ekonomi melalui pengembangan delapan (8) program utama meliputi sektor industri manufaktur, pertambangan, pertanian, kelautan, pariwisata, telekomunikasi, energi dan pengembangan kawasan strategis nasional. Target yang ingin diraih bukanlah main-main. Tahun 2011 PDB kita US$846 miliar dengan PDB per kapita US$3.495 dan menjadikan Indonesia peringkat ke-16 dunia, maka pada 2025 PDB Indonesia diperkirakan akan mencapai US$4.000 miliar dengan PDB per kapita US$14.250 dan berada di peringkat ke-11 dunia. Prediksi yang lebih jauh lagi pada 2045, saat 100 tahun kemerdekaan Indonesia, PDB ditargetkan akan mencapai US$15.000 atau berada di peringkat ke-6 dunia dengan PDB per kapita US$44.500. Untuk mengarah kesana ada beberapa hal yang bisa menjadi pendorong percepatan, yakni: (1) investasi berbagai kegiatan ekonomi di 6 koridor ekonomi: Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara dan Papua-Kepulauan Maluku, semuanya senilai Rp2.226 triliun; (2) konektivitas yang sejatinya adalah pelengkapan infrastruktur senilai Rp1.786 triliun; dan (3) penyiapan SDM nasional dan penguasaan Iptek.

Insinyur dalam kerangka MP3EI adalah sebagai aktor utama pembangunan, menjalankan profesi keinsinyuran pada proyek-proyek infrastruktur mulai terlibat dari fase inisiasi, fase perencanaan, fase eksekusi dan monitoring dan fase project close-out dan ini tidak main-main, pemerintah membutuhkan insinyur-insinyur handal yang mengedepankan profesionalisme, etika dan integritas dengan menjunjung tinggi dan menjalankan kode etik profesi Insinyur. “Insinyur-insinyur Indonesia diharapkan menjamin kehandalan serta keunggulan mutu, biaya dan waktu penyerahan hasil dari setiap pekerjaan dan karyanya”, salah satu uraian dari tuntunan sikap dan perilaku Insinyur. Output dari proyek-proyek MP3EI ini sangat bergantung pada kualitas Insinyur-insinyur kita, semakin mature mereka (from technical and attitudes stand point) maka semakin bagus pula product deliverables proyek-proyek yang terselesaikan. Ini juga menjawab betapa pentingnya eksistensi organisasi PII di dalam mendidik dan membina Insinyur-insinyur pembangunan yang juga pastinya akan memegang peranan strategis pada segala lini kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Muncul satu pertanyaan pamungkas seorang mahasiswa kepada saya beberapa waktu lalu “Bagaimana dengan Insinyur-insinyur yang bekerja pada suatu lembaga kementerian atau lembaga pemerintahan misalnya, walaupun sudah tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan proyek di lapangan apakah mereka masih diikat oleh kode etik Insinyur tadi?”. Jawabannya iya, di mana pun mereka berada, apa pun posisi dan jabatannya, sekali insinyur dia tetap adalah Insinyur dan akan tetap memegang teguh kode etiknya sebagai insinyur bahkan ketika menduduki posisi strategis di negeri ini mereka harusnya diharapkan lebih leluasa mengkampanyekan program pemberantasan praktek-praktek kecurangan, penipuan, bahkan praktek korupsi. Mereka harus menjadi leader yang memberikan keteladanan tentang bagaimana Insinyur bersikap dan berperilaku sesuai dengan catur karsa sapta dharma Insinyur Indonesia.





Sabtu, 20 Oktober 2018

MAKALAH K3 DI PT. KIMIA FARMA


MAKALAH TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DI PT. KIMIA FARMA


Description: Hasil gambar untuk gunadarma png


DISUSUN OLEH :

NAMA             : GIFFARI KHASAN BAWI
NPM                : 22415887
KELAS           : 4IC08
DOSEN           : DANNY SETIAWAN



FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018



BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang Masalah
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan hak asasi karyawan dan salah satu syarat untuk dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Di samping itu K3 juga merupakan syarat untuk memenangkan persaingan bebas di era globalisasi dan pasar bebas Asean Free Trade Agrement (AFTA), World Trade Organization (WTO) dan Asia Pacipic Economic Community(APEC). Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2020 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan terutama dalam PT. Kimia Farma di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.           
Industri merupakan aktivitas yang melibatkan tenaga kerja, alat, metode, biaya dan material serta waktu yang cukup besar. Keaadaan tersebut secara tidak langsung mengakibatkan meningkatnya bahaya maupun resiko kecelakaan yang dapat dialami oleh para pekerja. Diantara berbagai macam industri, PT. Kimia Farma merupakan salah satu industri  dengan jumlah petugas kesehatan dan non kesehatan yang cukup besar. Kegiatan di dalam perusahaan PT. Kimia Farma mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia, ergonomi dan psikososial. Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan laboratorium menentukan kesehatan dan keselamatan kerja. Seiring dengan kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan teknologi pengobatan khususnya dalam bidang farmasi, maka risiko yang dihadapi petugas yang bekerja dalam PT. Kimia Farma pun semakin meningkat. Oleh karena itu penerapan budaya “aman dan sehat dalam bekerja” hendaknya dilaksanakan pada semua industri termasuk PT. Kimia Farma.

B.            Identifikasi Masalah  
Dari latar belakang yang telah diuraikan  timbulah permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1.    Apa itu PT. Kimia Farma ?
2.    Bagaimana standardisasi perlengkapan K3 pada PT. Kimia Farma?
3.    Apa potensi bahaya atau kecelakaan yang dapat timbul pada PT. Kimia Farma dan pencegahannya?
4.    Bagaimana upaya pengendalian K3 di PT. Kimia Farma?
5.    Jelaskan organisasi K3 di PT. Kimia Farma?
6.    Bagaimana penyakit akibat kerja dan penyakit akibat hubungan kerja?

C.           Pembatasan Masalah
Karena keterbatasan yang ada maka penulis membatasi makalah dengan permasalahan yaitu dengan penjelasan dari umum mulai dari pengertian PT. Kimia Farma dan K3 dan  yang lebih khusus yakni penjelasan mengenai standardisasi perlengkapan K3 pada PT. Kimia Farma, potensi bahaya atau kecelakaan yang dapat timbul pada    PT. Kimia Farma serta pencegahannya, upaya pengendalian  K3 di PT. Kimia Farma,  organisasi K3 di PT. Kimia Farma dan penyakit akibat kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.

D.           Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapatlah dirumuskan masalah yang akan dibahas, yaitu bagaimana standardisasi perlengkapan K3 pada PT. Kimia Farma, potensi bahaya atau kecelakaan yang dapat timbul pada PT. Kimia Farma serta pencegahannya, upaya pengendalian  K3 di PT. Kimia Farma,  organisasi K3 di PT. Kimia Farma dan penyakit akibat kerja dan penyakit akibat hubungan kerja.

E.            Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat dengan tujuan penulis dapat menjelaskan apa itu PT. Kimia Farma, standarisasi perlengkapan K3 pada PT. Kimia Farma, potensi bahaya atau kecelakaan yang dapat timbul pada PT. Kimia Farma, penerapan K3 dalam PT. Kimia Farma, upaya pencegahan K3 dalam PT. Kimia Farma, organisasi K3 di PT. Kimia Farma dan penyakit akibat kerja dan penyakit akibat hubungan kerja  . Penulisan juga bertujuan untuk melengkapi nilai UAS individu semester 2 dalam mata kuliah K3 dan Hukum Kesehatan Kerja Fakultas Teknik Jurusan Universitas Negeri Jakarta.




F.            Manfaat Penulisan
Manfaat dari bagi pemerintah: sebagai masukan untuk lebih memperhatikan faktor Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam PT. Kimia Farma Bagi masyarakat: khususnya untuk para pekerja, agar lebih memperhatikan faktor K3 dan selalu mengenakan Apd saat bekerja di dalam PT. Kimia Farma Untuk mahasiswa: mahasiswa mengetahui bagaimana penerapan K3 di dalam PT. Kimia Farma ,standarisasi perlengkapan K3 pada PT. Kimia Farma, potensi bahaya atau kecelakaan yang dapat timbul pada PT. Kimia Farma, organisasi K3 di PT. Kimia Farma dan  upaya pencegahan K3 dalam PT. Kimia Farma



BAB II
PEMBAHASAN

A.           Definisi PT. Kimia Farma dan K3
Industri merupakan aktivitas yang melibatkan tenaga kerja, alat, metode, biaya dan material serta waktu yang cukup besar. Farmasi menurut kamus adalah seni dan ilmu meracik dan menyerahkan / membagikan obat. Menurut kamus lainnya, misalnya Webster, farmasi adalah seni atau praktek penyiapan, pengawetan, peracikan dan penyerahan obat (Webster’s New Collegiate Dictionary. SpringField, MA, G. & C. Merriam Co, 1987). Jadi PT. Kimia Farma atau perusahaan obat-obatan adalah perusahaan bisnis komersial yang fokus dalam meneliti, mengembangkan dan mendistribusikan obat, terutama dalam hal kesehatan. Mereka dapat membuat obat generik atau obat bermerek. Jadi PT. Kimia Farma adalah aktifitas yang melibatkan tenaga kerja, alat, metode, dan material dimana kegiatan tersebut berhubungan dengan praktek penyiapan, pengawetan, peracikan, dan penyerahan obat. Pekerja yang meracik, menyerahkan, dan  membagikan obat dalam PT. Kimia Farma disebut juga farmasis. Dan dapat diketahui pengertian K3 adalah:
1.    Promosi dan memelihara deraja tertinggi semua pekerja baik secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan.
2.    Untuk mencegah penurunan kesehatan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan mereka.
3.    Melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dari risiko yang timbul dari faktor-faktor yang dapat mengganggu kesehatan.
4.    Penempatan dan memelihara pekerja di lingkungan kerja yang sesuai dengan kondisi fisologis dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan kesesuaian antara pekerjaan dengan pekerja dan setiap orang dengan tugasnya


Industri sangat berkaitan dengan faktor K3 didalamnya, dimana K3  sendiri bertujuan untuk menjaga dan meningkatkan status kesehatan pekerja pada tingkat yang tinggi dan terbebas dari faktor-faktor di lingkungan kerja yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan.

B.            Standarisasi Perlengkapan K3 di PT. Kimia Farma
Standarisasi Perlengkapan K3 di PT. Kimia Farma telah diatur dalam Undang-Undang seperti pada Standarisasi Industri lainnya. Landasan-landasan Hukum K3 yaitu:
·                   UU No. 14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan dimana Setiap tenaga kerja mendapat perlindungan kerja atas Keselamatan, Kesehatan, Kesusilaan, Pemeliharaan Etika dan Moral Kerja, Perlakuan sesuai Martabat Manusia, dan Moral Agama.
·                   UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang berisi :
1.         Keselamatan Kerja yang diatur dalam Undang-undang ini mencakup semua tempat kerja.
2.         Syarat Keselamatan Kerja wajib dipatuhi untuk mengendalikan kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
·                   Permenaker No.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3 (SMK3) yang berisi: “Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharan kewajiban K3, dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produkatif”. Sesuai Pasal 3 Permenaker 05/MEN/1996, perusahaan yang mempekerjakan minimal 100 tenaga kerja dan atau ada potensi bahaya ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja, wajib menerapkan SMK3.


C.      Identifikasi Masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja pada Industri dan Pencegahannya
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat. Kecelakaan di laboratorium PT. Kimia Farma dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
1.    Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien
2.    Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu sendiri.

Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :
1.        Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari:
·           Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain
·           Lingkungan kerja
·           Proses kerja
·           Sifat pekerjaan
·           Cara kerja

2.        Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia, yang dapat terjadi antara lain karena:
·           Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
·           Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
·           Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
·           Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik

Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di laboratorium :
1.        Terpeleset , biasanya karena lantai licin.
Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja yang dapat terjadi di laboratorium.
Akibat :
·           Ringan; memar
·           Berat; fraktura, dislokasi, memar otak, dll.
Pencegahan :
·           Pakai sepatu anti slip
·           Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
·           Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah dan licin) atau tidak rata konstruksinya.
·           Pemeliharaan lantai dan tangga

2.    Mengangkat beban
Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi.
Akibat :
·           Cedera pada punggung
Pencegahan :
·           Beban jangan terlalu berat
·           Jangan berdiri terlalu jauh dari beban
·           Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok
·           Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga pergerakan terhambat.
3.    Mengambil sample darah/cairan tubuh lainnya. Hal ini merupakan pekerjaan sehari-hari di laboratorium :
·           Tertusuk jarum suntik
·           Tertular virus AIDS, Hepatitis B

Pencegahan :
·           Gunakan alat suntik sekali pakai
·           Jangan tutup kembali atau menyentuh jarum suntik yang telah dipakai tapi langsung dibuang ke tempat yang telah disediakan (sebaiknya gunakan destruction clip).
·           Bekerja di bawah pencahayaan yang cukup

4.    Risiko terjadi kebakaran (sumber : bahan kimia, kompor) bahan desinfektan yang mungkin mudah menyala (flammable) dan beracun.Kebakaran terjadi bila terdapat 3 unsur bersama-sama yaitu: oksigen, bahan yang mudah terbakar dan panas.
Akibat :
·           Timbulnya kebakaran dengan akibat luka bakar dari ringan sampai berat bahkan kematian.
·           Timbul keracunan akibat kurang hati-hati.
Pencegahan :
·           Konstruksi bangunan yang tahan api
·           Sistem penyimpanan yang baik terhadap bahan-bahan yang mudah terbakar
·           Pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya kebakaran
·           Sistem tanda kebakaran
·           Manual yang memungkinkan seseorang menyatakan tanda bahaya dengan segera
·           Otomatis yang menemukan kebakaran dan memberikan tanda secara otomatis
·           Jalan untuk menyelamatkan diri
·           Perlengkapan dan penanggulangan kebakaran.
·           Penyimpanan dan penanganan zat kimia yang benar dan aman
      
D.      Upaya Pengendalian K3 pada PT. Kimia Farma
1.        Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain :
·           UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok tentang Petugas kesehatan dan non kesehatan
·           UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
·           UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
·           Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.
·           Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahaya
·           Peraturan/persyaratan pembuangan limbah dll.

2.    Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) antara lain:
·           Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan
·           Pengaturan jam kerja, lembur dan shift
·           Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing instalasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya
·           Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan
·           Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan pencegahannya.
·           Memberikan asuransi pada pekerja.



3.    Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) :
·            Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja
·            Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung)
·            Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain
·            Desain ruang  harus mempunyai pemadam api yang tepat terhadap bahan kimia yang berbahaya yang dipakai.
·            Kesiapan menghindari panas sejauh mungkin dengan memakai alat pembakar gas yang terbuka untuk menghindari bahaya kebakaran.
·            Dua buah jalan keluar harus disediakan untuk keluar dari kebakaran dan terpisah sejauh mungkin.
·            Tempat penyimpanan di disain untuk mengurangi sekecil mungkin risiko oleh bahan-bahan berbahaya dalam jumlah besar.
·            Harus tersedia alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaam (P3K).

4.    Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi:
a.         Pemeriksaan Awal
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon / pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai memelaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya. Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi:   
·           Anamnese umum
·           Anamnese pekerjaan
·           Penyakit yang pernah diderita
·           Alergi
·           Imunisasi yang pernah didapat
·           Pemeriksaan badan
·           Pemeriksaan laboratorium rutin
·           Pemeriksaan tertentu

b.         Pemeriksaan Berkala
Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.

c.         Pemeriksaan Khusus
Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Oleh karena itu untuk memastikan lingkungan kerja total yang aman dan untuk mencegah kecelakaan, dapat dilakukan dengan :

·           Standar Operasional Prosedur (SOP)
·           Kebijakan Keselamatan
·           Pemantauan
·           Audit Keselamatan
·           Analisis Risiko
·           Pemeliharaan Pencegahan
·           Keterlibatan Personil

E.      Organisasi K3 di PT. Kimia Farma
Pelaksanaan K3 di PT. Kimia Farma seperti di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan disiplin. Ketua organisasi/satuan pelaksana K3 RS secara spesifik harus mempersiapkan data dan informasi pelaksanaan K3 di semua tempat kerja, merumuskan permasalahan serta menganalisis penyebab timbulnya masalah bersama unit-unit kerja, kemudian mencari jalan pemecahannya dan mengkomunikasikannya kepada unit-unit kerja, sehingga dapat dilaksanakan dengan baik. Selanjutnya memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan program, untuk menilai sejauh mana program yang dilaksanakan telah berhasil. Kalau masih terdapat kekurangan, maka perlu diidentifikasi penyimpangannya serta dicari pemecahannya.
1.    Tugas dan fungsi organisasi/unit pelaksana K3 RS
a.  Tugas pokok :
·                   Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3.
·                   Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur.
·                   Membuat program K3RS
b.    Fungsi :
·                   Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan yang berhubungan dengan K3
·                   Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3, pelatihan dan penelitian K3 di RS.
·                   Pengawasan terhadap pelaksanaan program K-3.
·                   Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif.
·                   Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.
·                   Memberi nasehat tentang manajemen k3 di tempat kerja, kontrol bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.
·                   Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai kegiatannya.
·                   Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan gedung dan proses.

2.        Struktur organisasi K3 di RS
Organisasi K3 berada 1 tingkat di bawah direktur dan bukan merupakan kerja rangkap.
·                   Model 1 : Merupakan organisasi yang terstruktur dan bertanggung jawab kepada Direktur RS, bentuk organisasi K3 di RS merupakan organisasi struktural yang terintegrasi ke dalam komite yang ada di RS dan disesuaikan dengan kondisi/kelas masing masing RS, misalnya Komite Medis/Nosokomial.
·                   Model 2 : Merupakan unit organisasi fungsional (non struktural), bertanggung jawab langsung ke Direktur RS. Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3 RS, yang dibantu oleh unit K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di RS.


Keanggotaan :
·                   Organisasi/unit pelaksana K3 RS beranggotakan unsur-unsur dari petugas dan jajaran direksi RS.
·                   Organisasi/unit pelaksana K3 RS terdiri dari sekurang-kurangnya Ketua, Sekretaris dan anggota. Organisasi/unit pelaksana K3 RS dipimpin oleh ketua.
·                   Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris serta anggota.
·                   Ketua organisasi/unit pelaksana K3 RS sebaiknya adalah salah satu manajemen tertinggi di RS atau sekurang-kurangnya manajemen dibawah langsung direktur RS.
·                   Sedang sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 RS adalah seorang tenaga profesional K3 RS, yaitu manajer K3 RS atau ahli K3.

3.        Mekanisme kerja
Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, organisasi/unit pelaksana K3 RS mengumpulkan data dan informasi mengenai pelaksanaan K3 di RS. Sumber data, antara lain dari bagian personalia meliputi angka sakit, tidak hadir tanpa keterangan, angka kecelakaan, catatan lama sakit dan perawatan RS, khususnya yang berkaitan dengan akibat kecelakaan. Dan sumber yang lain bisa dari tempat pengobatan RS sendiri antara lain jumlah kunjungan, P3K dan tindakan medik karena kecelakaan, rujukan ke RS bila perlu pengobatan lanjutan dan lama perawatan dan lama berobat. Dari bagian teknik bisa didapat data kerusakan akibat kecelakaan dan biaya perbaikan. Informasi juga dikumpulkan dari hasil monitoring tempat kerja dan lingkungan kerja RS, terutama yang berkaitan dengan sumber bahaya potensial baik yang berasal dari kondisi berbahaya maupun tindakan berbahaya serta data dari bagian K3 berupa laporan pelaksanaan K3 dan analisisnya. Data dan informasi dibahas dalam organisasi/unit pelaksana K3 RS, untuk menemukan penyebab masalah dan merumuskan tindakan korektif maupun tindakan preventif. Hasil rumusan disampaikan dalam bentuk rekomendasi kepada direktur RS. Rekomendasi berisi saran tindak lanjut dari organisasi/satuan pelaksana K3 RS serta alternatif-alternatif pilihan serta perkiraan hasil/konsekuensi setiap pilihan. Organisasi/unit pelaksana K3 RS membantu melakukan upaya promosi di lingkungan RS baik pada petugas, pasien maupun pengunjung, yaitu mengenai segala upaya pencegahan KAK dan PAK di RS. Juga bisa diadakan lomba pelaksanaan K3 antar bagian atau unit kerja yang ada di lingkungan kerja RS, dan yang terbaik atau terbagus pelaksanaan dan penerapan K3 nya mendapat reward dari direktur RS.
·           Ketua organisasi/unit pelaksana K3 RS memimpin dan mengkoordinasikan kegiatan organisasi/unit pelaksana K3 RS.
·           Sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 RS memimpin dan mengkoordinasikan tugas-tugas kesekretariatan dan melaksanakan keputusan organisasi/unit pelaksana K3 RS.
·           Anggota organisasi/unit pelaksana K3 RS mengikuti rapat organisasi/unit pelaksana K3 RS dan melakukan pembahasan atas persoalan yang diajukan dalam rapat, serta melaksanakan tugas-tugas yang diberikan organisasi/unit pelaksana K3 RS.

F.      Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di PT. Kimia Farma
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO).
Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah “penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit. Penyakit akibat kerja di laboratorium kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll.)
1.        Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.
Pencegahan :
·           Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi.
·           Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekrja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
·           Melakukan pekerjaan laboratorium dengan praktek yang benar (Good Laboratory Practice)
·           Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
·           Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen secara benar
·           Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
·           Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.

2.        Faktor Kimia
Petugas di laboratorium kesehatan farmasi yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, trhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang
terpapar.
Pencegahan :
·           ”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas laboratorium.
·           Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannyabahan kimia dan terhirupnya aerosol.
·           Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar.
·           Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
·           Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.

3.        Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job. Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain)



4.         Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan farmasi yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi:
·           Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan ketulian
·           Pencahayaan yang kurang di ruang kamar pemeriksaan, laboratorium, ruang perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.
·           Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
·           Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.
·           Terkena radiasi. Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani.
Pencegahan :
·           Pengendalian cahaya di ruang laboratorium.
·           Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
·           Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
·           Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
·           Pelindung mata untuk sinar laser
·           Filter untuk mikroskop

5.        Faktor Psikososial
Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan farmasi yang dapat menyebabkan stress :
a.         Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
b.         Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
c.         Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.
d.        Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun informal.


BAB III
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Kesehatan dan keselamatan kerja di PT. Kimia Farma bertujuan agar petugas, masyarakat dan lingkungan PT. Kimia Farma saat bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang bertanggung-jawab terhadap kesehatan masyarakat, memfasilitasi pembentukan berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di PT. Kimia Farma serta menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaan K3 tersebut.
Keterlibatan dan komitmen yang tinggi dari pihak manajemen atau pengelola laboratorium kesehatan farmasi mempunyai peran sentral . Demikian pula dengan pihak petugas kesehatan dan non kesehatan yang menjadi sasaran program K3 ini harus berpartisipasi secara aktif, bukan hanya sebagai obyek tetapi juga berperan sebagai subyek dari upaya mulia ini.

B.            Saran
Melalui kegiatan Kesehatan dan Keselamatan Kerja , diharapkan petugas kesehatan dan non kesehatan yang bekerja di PT. Kimia Farma dapat bekerja dengan lebih produktif, sehingga tugas sebagai pelayan kesehatan kepada masyarakat dapat ditingkatkan mutunya, menuju Indonesia Sehat 2010.
             





DAFTAR PUSTAKA

[1]     Departemen Kesehatan, Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Jakarta, 1992.
[2]     Departemen Tenaga Kerja, Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, Jakarta, 1970.
[3]     Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Republik Indonesia Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 05/Men/1996 Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta, 1996.
[4]     Hamurwono, B. G ,Undang-Undang dan Peraturan K3, Pelatihan Singkat Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit dan Institusi Lain, (Yogyakarta: Puslitbang IKM UGM, 2000).
[6]     Suma’mur P.K.. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV Haji Masagung, 1988.